Akhirnya
officially saya bisa keliling Rote. Sampai ke ujung dan pelosok Rote yang saya
jamin bahkan teman2 dengan nama belakang Therik, Giri, Foes, Ndoen, dll,
mungkin belum pernah melakukannya. Kemaren bersama 3 orang teman dari Australia
kami sempat snorkling di pantai Bo’a seriously…pantai yang sangat indah,
nembralla masih kalah bila dibandingkan dengan Bo’a, di pantai ini pertama kali
gw ngelihat “cuddle fish” kering yang cukup besar, ga tau apa bahasa
Indonesianya cuddle fish bahkan bentuk aslinya ketika masih hidup seperti apa
sampai sekarang sama sekali belum ada bayangan. Snorkling di Bo’a cukup
menyenangkan pemandangan bawah airnya sedikit mirip dengan tempat saya pertama
kali snorkeling di Amed, Karangasem - Bali 2008 yaitu tepat di depan bungalow
tempat kami menginap kala itu, kalo dalam point 0-10 Bo’a dapat point 6 dan
amed 7, kecuali untuk daerah amed tempat kapal jepang tenggelam, angka 9 untuk
daerah itu. Tidak cukup banyak warna yang dilihat tapi ikan kecil berwarna biru
cerah menjadi favorit saya, cukup stunning, ada sedimen selebar meja makan
dirumah orangtua saya, hal berikut yg baru pertama kali gw lihat adalah blue
star fish yang akhirnya bisa saya nikmati secara lagsung. Sebelum berhenti
untuk snorkeling di bo’a kami sempat berjalan2 masuk lebih ke pedalaman dimana
terdapat “laut yang menjorok masuk ke daratan” (mencoba mengingat2 pelajaran
IPA waktu SD sebutan untuk daerah itu adalah LAGUNA???? Ato….?????) saya lupa
nama pantainya tapi dari Bo’a sekita 20 menit perjalanan melewati hutan
mangrove yang dihuni oleh sekawanan kera. Daerah pantai itu adalah lahan
petanian rumput laut dengan ratusan
bintang laut jelek berwarna oranye, cream dan pink, dipinggir pantai ribuan
anak muscle (sejenis kerang hitam) mendiami batuan dibibir pantai. Cukup jelas kalau daerah
tersebut menghasilkan cukup banyak kerang…ooo Gosh sempat menetes air liur ini
ngebayangin makanan surga itu, terbukti ada ribuan rumah kerang yang sudah tak
berpenghuni berserakan dipinggir pantai dengan berbagai bentuk dari yang paling
jelek sampai yang paling bagus. Akses jalan dari pantai Bo’a ke daerah tersebut
cukup bagus kecuali ketika harus memasuki daerah pantai dari jalan utama
sepanjang Rote Ndao, ada sekitar 100meter jalan berbatu yang harus kami tempuh
tapi akses didalam desa cukup bagus dan baik, ada gubuk dipinggir pantai yang
seketika mengingatkan akan buku “memoir of geisha” dimana cerita berawal dari
cerita tentang “rumah mabuk” yaitu gubuk reot yang posisinya miring karena
diterjang oleh angina laut selatang di jepang sana, dan gambaran cukup jelas
tentang seberapa hebatnya angina laut selatan menghantam gubuk2 dipinggiran
pantai yang berhalamankan laut lepas di selatan Indonesia ini.
Pantai Bo’a cukup menakjudkan dengan pantai berpasir putih
dengan ribuan bintik2 merah /pink yang memberikan tambahan warna cantik di
pantai ini. Di pantai Bo’a yg cantik
hampir tidak ada orang sama sekali selain kami berempat ditemati sekitar 5
anak2 dari kampong terdekat yang mendekat ketika kami menyentuh bibir pantai,
Tobin bahkan tertawa terpingkal2 melihat ekspresi anak2 berusia sekita 6-8
tahun ketika melihat begitu banyaknya kulit putih ketika Sarah yang bule
Ausralia itu harus menanggalkan pakaiannya dengan hanya meninggalkan 2 pieces
bikini membalut tubuhnya, fair enough. Sepanjang perjalanan menyusuri Bo’a –
Nembralla saya sempat bertanya2 kenapa banyak sekali orang Rote yang
berurbanisasi ke kupang ketika Rote yang sangat indah dan kaya potensi ini
serasa dibiarkan bergitu saja dan perlahan2 mulai diambil alih oleh para Bule
yang mengaguminya. Rote sangat lebih indah dan eksotik dibandingkan Kupang
bahkan untuk urusan pantai Rote bisa mendapatkan nilai 8 dibandingkan kupang
yang hanya mendapatkan nilai 6 di mata saya, termasuk system pengolahannya.
Sepulangnya dari Bo’a saya menyempatkan diri berbincang2
tentang perjalanan kami dengan pemilik penginapan Tirosa tempat kami menginap.
Sudah sejak 2006 mike tinggal di tirosa kemudian dilanjutkan dengn tahun 2008
kami berdua menginap disini dan sekarang tahun 2013. Mungkin dari sekian banyak
penginapan, resort dan bungalow di pesisir pantai nembralla hanya tirosalah
satu2nya yang kepemilikannya masih dimiliki bukan saja org Indonesia tapi
penduduk local nembralla asli. Tirosa
adalah penginapan keluarga dan mungkin yang termurah diseluruh nembralla,
dibandingkan tahun 2008 tirosa sekarang jauh lebih bersih dan indah, terakhir
kali kami meninggalkan Tirosa tahun 2008 mike sempat berpesan kepada pemilik
tirosa bahwa mungkin ada banyak bule yang hanya diam saja dan tidak ngomong2 apa2
ketika dating melihat tirosa dan kemudian tidak jadi menginap karna kondisi
penginapan yang kotor, bahwa kami berdua dengan standard yg sangat rendah tidak
terlalu keberatan tapi mungkin bagi bule2 yang lain akan lain lagi ceritanya.
Dalam perbincangan saya dengan Martina sang pemilik
penginapan, beliau sempat bercerita bahwa Bo’a sudah 2 tahun ini tidak terjadi penyelenggaraan surfing kompetisi yang selama ini selalu dilakukan di sana dan tentu saja menguntungkan para penduduk local dan binis lokal termasuk didalamnya para pemilik bisnis di nembralla, entah kenapa, beredar kabar bahwa Bo'a dibeli oleh pebisnis Prancis tetapi sungguh tidak masuk akal berita itu, karena berita burung lain yg lebih masuk akal adalah daerah tersebut dibeli oleh pebisnis lokal Indonesia yang bukan saja seorang pebisnis tapi juga seseorang dengan power kekuasaan yang sangat besar dan itu berarti bahkan pemerintah lokalpun tidak mampu melawan kekuasaan untuk tidak melakukan kompetisi di daerah itu tapi juga bahwa Rote benar2 dipersiapkan untuk menjadi Bali berikutnya tetapi semoga tidak dengan infrastruktur minimalis dan berantakan seperti Bali saat ini.
No comments:
Post a Comment